Dua reaksi kimia berikut
ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfat ester.
Pada keadaan standar, reaksi (a) berlangsung 108
kali lebih cepat daripada reaksi (b). Senyawa siklik pada (a) memiliki tegangan ikatan
yang cukup besar (energi potensial dalam konfigurasi ini tinggi), yang
dilepaskan saat pembukaan cincin selama hidrolisis. Tipe tegangan ini tidak terdapat dalam
diester pada (b).
Pada enzim, substrat
tidak saja bisa terdistorsi (memiliki tegangan), tetapi suatu derajat kebebasan
ekstra juga dimasukkan, yakni enzim dengan semua rantai samping asam
aminonya. Pengikatan substrat pada enzim
melibatkan energi interaksi yang bisa
memudahkan katalisis. Untuk peningkatan
laju katalitik, harus ada juga suatu destabilisasi
keseluruhan pada kompleks enzim-substrat serta suatu peningkatan stabilitas
keadaan transisi. Hal ini dilukiskan
dalam gambar 1-1.
Gambar 1-1
Energi aktivasi adalah energi yang lebih rendah untuk reaksi-reaksi yang
dikatalisis. Grafik-grafik di atas, tiap
skema reaksi menunjukkan energi substrat (yang dilukiskan disini adalah energi
potensial dari substrat “yang dibengkokkan”) pada tiap tahap reaksi. Panah menunjukkan, sesuai dengan panjang dan
ketebalan, dalam hal ini yakni kecepatan reaksi. DG‡ merupakan
energi aktivasi dari keadaan-keadaan transisi molekul, dan DG0 adalah
keseluruhan energi bebas dari reaksi.
Perubahan-perubahan pada enzim dan substrat menghasilkan pengikatan yang
lebih kuat pada keadaan transisi daripada keadaan
E.S atau keadaan E.P.
Dalam reaksi
tanpa katalis (Gambar 1-1-a), reaktan memiliki probabilitas rendah untuk mengasumsikan
konformasi bertegangan yang diperlukan untuk interaksi antara dua gugus
reaktif. Agar reaksi bisa berlangsung,
molekul harus melewati yang disebut batas
energi aktivasi. Dalam reaksi dengan
katalis (Gambar 1-1-b), pengikatan reaktan pada enzim menyebabkan pembentukan
struktur gabungan (kompleks enzim-substrat) dengan kecenderungan substrat yang
lebih besar untuk membentuk keadaan transisi, yakni lebih sedikit energi yang
terlibat untuk menyatukan gugus-gugus reaktif.
Karena itulah reaksi berlangsung lebih cepat.
Destabilisasi
kompleks enzim-substrat bisa dibayangkan sebagai distorsi panjang dan sudut
ikatan dari konfigurasi sebelumnya yang lebih stabil. Hal ini bisa dicapai dengan tarikan atau
tolakan elektrostatik oleh gugus pada substrat dan enzim. Atau, bisa juga melibatkan desolvasi (penghilangan air) dari gugus
bermuatan pada sisi aktif hidrofob.
Jika suatu
substrat diikat tanpa tranformasi yang penting pada energi ikatan untuk
membentuk tegangan distorsi, maka pengikatan ini akan lebih kuat. Akan tetapi hal ini tidak terlalu
mempengaruhi DG‡ (Gambar 1-1). Namun bila sebagian energi bebas ikatan
digunakan untuk mendistorsi enzim agar bisa lebih komplementer terhadap bentuk
keadaan transisi, maka pengikatan enzim pada substrat akan menjadi lebih lemah,
sedangkan pengikatan pada keadaan transisi substrat akan lebih kuat. Karena itu, pengikatan substrat yang kuat
tidak terlalu berguna dalam meningkatkan laju reaksi enzim.
Misalkan suatu substrat
dengan konsentrasi 10-7 mol L-1 menjenuhkan setengah
bagian sisi aktif dalam larutan enzim (yakni Kd = 10-7 mol L-1). Tetapi konsentrasi dalam kondisi fisiologis
adalah 10-3 mol L-1.
Sisi-sisi enzim jenuh sempurna dalam konsisi fisiologis (yakni semua
sisi telah terisi), sehingga peningkatan laju enzim bukanlah yang akan
diperoleh bila energi pengikatan yang besar digunakan untuk mendestabilisasi
kompleks enzim-substrat (E.S).
Jika sebagian
energi ikatan digunakan untuk memasukkan tegangan atau distorsi ke dalam
molekul enzim atau substrat, maka ikatan keadaan transisi yang lebih kuat
dicapai, dan afinitas ikatan enzim pada substrat akan berkurang.
Banyak enzim
yang mempunyai afinitas ikatan pada substratnya yang besarnya sekitar rata-rata
konsentrasi fisiologis, kemungkinan sebagai akibat dari tekanan evolusioner
untuk katalisis efisien.
Analisis sinar-x pada
kristal karboksipeptidase A (suatu eksopeptidase pankreatik) yang berikatan
dengan pseudo substrat (substrat
palsu yang tidak didegradasi oleh enzim, yakni suatu inhibitor), menunjukkan
bahwa ikatan peptida yang peka telah berputar, menyimpang dari konfigurasi
planar normal yang biasa terlihat dalam ikatan peptida. Distorsi ini menimbulkan hilangnya energi
resonansi dalam ikatan, yang meningkatkan kepekaannya terhadap serangan
hidrolisis.
Dalam
katalisis, kompleks enzim-substrat didestabilisasi dan energi dilepaskan ketika
pembentukan keadaan transisi. Hal ini
menyebabkan enzim mengikat substrat dengan sangat kuat dalam keadaan
transisi. Beberapa enzim bisa
terinhibisi secara dramatis oleh yang disebut analog keadaan transisi.
Keadaan transisi normalnya berumur sangat pendek (<10-13
s), tetapi analognya merupakan struktur stabil yang menyerupai kompleks keadaan
transisi yang sebenarnya.
Prolin rasemase
adalah suatu enzim bakteri yang mengkatalisis perubahan timbal balik isomer D dan L prolin:
Dalam perubahan dari isomer
L
menjadi isomer D,
suatu konfigurasi planar (bukan tetrahedral seperti biasanya) molekul terdapat
hanya sesaat pada karbon a.
Analog planar
dari prolin adalah pirol 2-karboksilat, yang merupakan inhibitor kuat untuk
rasemase, yakni menaikkan inhibisi sebesar 50 persen pada konsentrasi yang 160
kali lebih rendah daripada konsentrasi D- atau L-prolin yang membentuk 50
persen ikatan. Ini adalah contoh yang
baik untuk suatu analog keadaan transisi.
Ketika
berinteraksi, baik enzim maupun substrat akan mengalami perubahan. Konsep induced
fit (kecocokan pemasukan) suatu sisi aktif pada substrat menekankan
adaptasi sisi aktif untuk mencocokkan gugus fungsi pada substrat. Substrat yang lemah atau inhibitor tidak
memasukkan konformasi yang benar pada sisi aktif.
Heksokinase menunjukkan
fenomena induced fit. Enzim ini mengkatalisis transfer fosforil
dari ATP ke C-6 pada glukosa seperti berikut:
Enzim ini juga
bisa mengkatalisis transfer fosforil ujung dari ATP kepada air. Dalam hal ini enzim tersebut bekerja sebagai
ATPase, tetapi dengan laju 5 x 106 kali lebih lambat daripada reaksi
pada persamaan di atas. Sifat basa dan
sifat nukleofilik pada air dibandingkan dengan hidroksil pada C-6 glukosa
adalah cukup mirip sehingga dikira tidak ada perbedaan besar pada laju
reaksinya. Karena itu, penjelasan
mengenai perbedaan laju adalah bahwa glukosa menyebabkan perubahan konformasi
hingga membentuk geometri sisi aktif yang tepat pada enzim, sedangkan molekul
air terlalu kecil untuk melakukan hal yang sama.
Terbentuknya geometri yang tepat dalam sisi
aktif enzim menyebabkan substrat yang baik dapat terikat dengan energi ikatan. Penjelasan lain mengenai induced fit adalah bahwa beberapa molekul kecil (seperti H2O
dalam contoh heksokinase) terikat secara non produktif, yakni ukurannya yang
kecil menyebabkan banyaknya kemungkinan orientasi dengan substrat lain (ATP
dalam contoh heksokinase) yang tidak menimbulkan reaksi. Substrat besar pergerakannya terbatas dan terdapat
dalam orientasi yang tepat jutaan kali lebih sering selama vibrasi molekul
daripada molekul kecil seperti air.
0 comments:
Post a Comment